Sunday, February 13, 2011

Pataha Mpangi: Sekelumit mengenai "SUSU KUDA LIAR"

Pataha Mpangi: Sekelumit mengenai "SUSU KUDA LIAR": "Produk susu kuda liar identik dengan Pulau Sumbawa, namun tidak semua yang mengenal identitas tersebut memahami secara utuh mengenai susu k..."

Tuesday, February 8, 2011

[Bima-Dompu] Puisi Dana Mbojo, Dana Mbari *

Bismillah ^^

alhamdulillah, ketemu lagi dengan puisi ini
puisi yang pernah dibaca oleh penulisnya waktu aku SMA

berikut puisinya,,
semua tentang Bima Dompu
kampung halaman tercinta

Oleh : N. Marewo

 

Dana Mbojo, Dana Mbari

Dana Mbojo tanah keramat

Tiap inci tanah keramat dijaga para penunggu

Harimau yang menginjak Dana Mbari akan berubah menjadi Domba

 

Dana Mbojo tanah bertuah

Seluruh penghuninya berdarah Ksatria

Jagoan dan Ksatria ditanah keramat lugu-lugu dan sederhana

Kebaikan dan kesederhanaan sering disalah tafsirkan

 

Tanah Bima tanah tua

Orang-orang yang berniat busuk pasti celaka

Di Dana Mbari segala yang tersembunyi akan terkuak lewat isyarat air,

angin dan api

Penipu, pecundang, penghianat, pembohong, dan koruptor pasti merana

 

Negeri ini bukan sembarang negeri

Bungkus kelicikan serapi-rapinya

Siasati konspirasi selihai-lihainya

Tapi ingat, Roh tanah ini akan mengejar hingga ke neraka

 

Dana Mbojo berselendang akhlak, Berkerudung kebaikan

Seperti wanita agung yang terlindung rimpu dan kain jilbab

Manusianya menghargai keringat, senang bekerja keras dan rendah hati

Seperti para lelakinya yang tak mudah menyerah

 

Dana Mbari bernafaskan akhlak dan bernadi moral

Udara, air dan apinya milik kebaikan

Menolak kekotoran dan niat buruk

Darah kotor para penjahat,

Arwah para pengkhianat tak diterima di tanah ini

 

Tanah kita meranggas berselimut kemarahan

Penghuninya tak lagi mengindahkan sesama

Tercemar udara dan hasad kedengkian

Keringat, air mata dan derita nurani tercampakan

 

Negeri ini Tanah sederhana

Tak butuh orang-orang yang gila kursi dan menumpuk harta

Tak memerlukan mereka yang sombong dan omong kosong

Negeri ini tak butuh pembual

 

Anak-anak negeri hilang kendali

Generasinya kebimbangan habis teladan

Terbantai kupon putih dan pil anjing

Virus ganas yang ditinggalkan para pendurhaka

Hanguskan syaraf mereka

Dengan minuman keras dan narkotika

 

Adik-adikku kehilangan jejak

Kata-kata keramat tercemarkan, digadai dan dilelang dimimbar-mimbar

Generasiku kebingungan –gelisah

Akibat itikad politik yang serakah

Tak bersendi akhlak kebaikan

 

Kakaku tak mensyukuri nikmat

Rejeki dihamburkan dimeja judi

Menghiasi diri dengan barang mewah

Membiarkan tetangganya kelaparan

Membiarkan kaum kerabat hidup dan mati sengsara

 

Abang-abangku tak belajar dari musibah

Frustasi menghancurkan diri memamah racun

Anjuran bersabar sering tak dihiraukan

Isyarat alam dianggap cemoohan

 

Kita lupa apa dan siapa kita

Wajah kita dicermin hati tak lagi kita kenali

Kita lupa dimana kita berasal

Lupa alam kekal yang akan dituju

Wajah-wajah legam terbakar nafsu

Melupakan tetuah tempat berasal

 

Tengok anak-anak kita ngebut-ngebutan

Melupakan buku-buku, sebab ijasah sarjana diperjual belikan

Masalah gelar urusan rupiah

Mencari kerja pakai ongkos

Anak-anak frustasi tak bisa berbangga

Sebab tak dididik menghargai kwalitas

Bertebaran saling menggertak

 

Lihat mereka yang dimerk dengan tattoo

Kupingnya bocor ditusuk anting

Ibunya terjerat rentenir

Adik-adiknya yang belum tamat SMU dihamili pendatang

Ayahnya mampus kecanduan alcohol

Kakaknya masuk bui mencuri ayam

Dipinggangnya terselip belati, tak tahu mana kawan mana lawannya.

 

Dunia tak ramah lagi

Wabah duka bersetubuh dengan awan

Senyum ceria generasi Mbojo berpindah pada iklan dan film sampah

ditelevisi

Canda cerianya terbawa angin menjadi rumus untuk menghitung lottere

Pengangguran menindih, makin banyak alasan untuk halalkan segala cara

 

Lihat perempuan berwajah murung itu

Gelisah terlambat datang bulan

Pada malam yang gerimis, perempuan dana Mbojo diturunkan dari mobil

Pick Up dekat alun-alun

Seperti seikat kayu bakar yang dibanting, bunting entah dihamili siapa

AjaibÂ….bayi-bayi ajaib menggelantung ditanah ini

Anak-anak ajaib berdesakan ditanah tua

 

Kita tak hendak menjadi anak-anak durhaka

Tidak pada ayah dan bunda

Kita tak hendak menjadi adik-adik yang durhaka

Tidak pada abang-abang dan kaum kerabat

Tapi tolongÂ…Â…

Ajari kami bermain bersama

Sebab kami tak mungkin tumbuh tanpa akar

 

Lihat abang-abang kita menggadai pegunungan

Menjual hutan, melelang generasi dan tanah pusaka untuk mobil rongsokan

Lihat mereka mengendarai mayat-mayat generasi

Menjujung benda-benda

Bersilat lidah campakan nurani

Untuk kepentingan jangka pendek

Melelang akidah, diadu domba oleh alasan kerjasama dengan antek-antek

imperalis

 

Lihat mata anak-anak yang silau terkubur iklan

Tergoda program televisi

Tak mengerti mana akarnya

Waktunya habis bersama benda elektronik

Ayahnya menghanguskan uang Negara

Putrid-putrinya dihamili germo

Isyarat apa yang kamu dapatkan?

Apa yang sudah kita pahami?

Mereka tak berkemudi, Tuan

Tak punya contoh –linglung

Remuk tak berbentuk akibat ulah kita

 

Dana Mbojo Dana Mbari

Dana Mbojo Tanah Keramat

Dana Mbojo tanah tua

Dana Mbojo tanah bertuah

 

Anak-anak tanah tua saling membantai karena kampungnya dibatasi parit

Anak-anak tanah tua saling memamah akibat dusunya berbeda nama

 

Burung-burung bangkai membagikan uang dari luar negeri hingga ke desa-desa

Nyamuk, kutu busuk, kecoak, lalat tertawa kecikikan

 

Coba kamu lihat nenek tua yang membawa cucunya depan bangunan yang ia

tak kenali

Membungkuk minta uang

Katanya ada bantuan luar negeri

Tak kenal siapa ayah dan ibu angkat cucunya

Mulutnya yang berbau sirih tak dapat menyebut nama asing

 

Anak panah bergambar dollar merobek jantung janin-janin dalam rahim

Generasiku diterpa badai tiada henti

Tak habis-habis dihasud dan dikebiri

Tetapi malah kamu sibuk menjilat

Menggonggong rebut proyek dan jabatan

Hitung mereka yang keluar barisanÂ…!!!

Hitung mereka yang akan keluar barisanÂ… !!!

 

Tanah Bima bunda abadi

Anak-anaknya malu berjalan kaki

Gengsi bersepeda

Berdesakkan dijalan raya menggadai nyawa

Untuk sepotong sanjungan

Adik-adikku malu apa adanya

Digiring keluar kota

Menembus bensin dan sadel dengan darah perawan

Membayar gengsi dengan iman

 

Tanah Bima bunda abadi

Kami disini berkumpul dalam gelisah akibat orang tua kami saling menyikut

Kami disini berkumpul dalam Tanya karena orang tua kami suka dipuji

 

Dana Mbojo Dana Mbari

Merah Darah berselimut kebimbangan

 

Kami tak hendak menjadi anak-anak durhaka

Kami anak-anak para ksatria

Tak hendak bertanya dalam darah

Tak ingin melihat air mata

 

Kami anak-anak ksatria

Minta diajar menghargai diri dan memegang kata

Bukan contoh keserakahan

Kami anak-anak ksatria

Mohon dijar ber-istigfar

 

Dana Mbojo Dana Mbari

Dana Mbojo Dana Na Mbari

Nenti kacia

Lailahaillah….. Muhammadarasulullah…..

Nenti kaciapu…. Nenti….

Dana Mbojo Dana Mbari

Dana Mbojo Dana na mbari

Dana Mbojo Dana ma Mbari

 

* Dari: DANA MBOJO DANA MBARI (N. Marewo)


Saturday, February 5, 2011

Lelaki Penggenggam Kairo

Bismillah ^^

Beberapa hari yang lalu, saia sempat melihat dokumentasi lama tentang hubungan diplomatik Mesir dan Indonesia, yang menarik ada sebuah foto terselip rapi, foto kegiatan lobi politik yang dilakukan oleh KH. Agoes Salim ke Mesir. Di sana, beliau disambut oleh salah satu pimpinan IM Imam Syahid Hasan Al Banna.. subhanalloh, aku jadi ingat tentang kiprah IM yang turut mendesak pemerintahan Mesir untuk segera mengakui kemerdekaan Indonesia tahun 1945, dan itu menjadikan Mesir tercatat manis dalam sejarah Indonesia sebagai negara pertama yang mengakui INDONESIA !!

coba mencari fotonya, alhamdulillah dapat di sini

Ini foto tersebut
like this deh ^^