Monday, June 21, 2010

tentang ayah

Bismillah

berhubung minggu kemarin adalah hari yang konon dirayakan oleh 75 negara sebagai hari Ayah *Indonesia ga masuk*, aku ingin menulis sedikit tentang ayah di sini.....

tentang ayah
beliau pernah menyiram 1 jirigen madu sumbawa ke seluruh kakiku yang melepuh karena tidak sengaja menginjak api *umur 4 tahun*

tentang ayah
kami berdua pernah menunggu senja di toro ma tompo *sebuah bukit yang menjorok ke lautan* sambil bakar ikan sepuasnya, hanya berdua. *1991*

tentang ayah
beliau pernah melompat dari jembatan pelabuhan menuju 'kaitan' kapal yang hampir ditutup karena sebelumnya beda bis denganku *tahun 1991, penyebrangan Lombok - Sumbawa.

tentang ayah
berdua motoran ke bendungan di daerah Patula, hanya untuk menunjukkan betapa anugerah Allah Maha Besar, aku belajar renang untuk pertama kalinya di sana *tahun 1991*

tentang ayah
beliau membuatkanku katalog untuk buku buku yang sudah kubaca dan bersedia mendengar sinopsis yang aku susun sendiri ala kadarku.. *tahun 1991*

tentang ayah
beliau membawaku ke sebuah tempat, gunung yang sungguh gersang, dari sana bisa melihat sawah, sungai dan laut.. dan setahun kemudian tempat itu menjadi rumahku hingga kini *tahun 1991*

tentang ayah
aku menemaninya mencari mereka yang mau mengangkut tanah dan kotoran hewan ternak dengan truk ke rumahku, mencari mereka yang bersedia memecahkan batu batu besar, mencari mereka yang bisa mencabut akar akar pohon yang telah meranggas.. setelah semuanya berproses, aku akhirnya tahu, beliau ingin halaman rumah yang semula cadas menjadi hidup dan bisa ditanami *tahun 1992*

tentang ayah
suatu sore, ia pergi ke sebuah toko membeli tas berwarna merah dan membungkusnya rapi. keesokan harinya di malam pengumuman lomba lomba, aku mendapat hadiah tambahan berupa kado dengan bungkusan yang kukenal lewat hasil intipanku yang tak sengaja kemarin sore. ah,, lagi lagi beliau memberikan kejutan indah. *tahun 1993*

tentang ayah
aku menemukan surat surat ketikannya, yang isinya protes pada majalah berlangganan, Bo*o karena keterlambatan majalah itu sampai di rumahku padahal memang tempatku jauh. *tahun 1994*

tentang ayah
beliau sering membawa pulang pengumuman lomba menulis, kadang ia gunting dari koran, atau kadang memang poster dari Depdikbud. ia selalu memintaku untuk ikut *tahun 1994*

tentang ayah
beliau memberiku buku yang sungguh tebal -biografi pak Harto-, di situ ada cerita tentang pak Habibie, katanya. Ya, waktu itu aku suka dengan Habibie dan Amin Rais *tahun 1995*

tentang ayah
perjalanan pertama kami berdua untuk tempat yang jauh dengan waktu yang cukup lama, ia tetap setia mengikuti aneka kegiatanku, mewawancarai tokoh A, meresume kegiatan B, menulis mimpi mimpi, dsb. *tahun 1996*

tentang ayah
beliau mengikutiku dari belakang, ketika di awal Juni aku punya seragam baru *putih biru* dan ingin 'memamerkan'nya pada Deddy, karena kami beda sekolah dan model seragam.

tentang ayah
tak terasa, sejak 1997 hingga 2010
sudah banyak jejak tertoreh
sudah banyak kisah yang kau beri
semoga 2010 benar benar menjadi pertanda
untuk mimpi mimpi ayah yang lain..

I love u..

[copast] episode Sri Mulyani

Sri Mulyani Indrawati (SMI), Berkeley Mafia, Organisasi Tanpa Bentuk (OTB), IMF dan World Bank (WB)
30 Mei 2010

Mundurnya Sri Mulyani Indrawati (SMI) sebagai Menteri Keuangan RI menimbulkan kehebohan dan banyak pertanyaan tentang penyebab yang sebenarnya. Ada yang mengatakan bahwa perpindahannya pada  pekerjaan yang baru di World Bank (WB) adalah hal yang membanggakan. Tetapi ada yang berpendapat, bahkan berkeyakinan tidak wajar, terutama kalau dikaitkan dengan skandal Bank Century (Century).

Saya termasuk yang berpendapat, bahkan yakin sangat tidak wajar. Alasan-alasan saya sebegai berikut.

Beberapa ungkapan dan pernyataan dalam berbagai pidato perpisahannya mengandung teka-teki dan mengundang banyak pertanyaan, yaitu : “Jangan ada pemimpin yang mengorbankan anak buahnya.” “Saya tidak bisa didikte”. “Saya menang”. “Saya tidak minggat, saya akan kembali”. Dalam pidato serah terimanya kepada Menkeu yang baru mengangisnya tidak wajar, berkali-kali dan sangat-sangat sedih. Lucu, menyatakan menang kok menangis sampai seperti itu. Juga sangat tidak wajar adanya sikap yang demikian fanatiknya dari staf Departemen Keuangan dengan ungkapan belasungkawa, seolah-olah SMI sudah meninggal.

SMI sedang diperiksa oleh KPK sebagai tindak lanjut dari penyelidikan tentang skandal Century. Dalam proses yang sedang berjalan, Bank Dunia menawarkan jabatan dengan dimulainya efektif pada tanggal 1 Juni 2010. Bank Dunia yang selalu mengajarkan good governance dan supremasi hukum ternyata sama sekali tidak mempedulikan adanya proses hukum yang sedang berlangsung terhadap diri SMI.

Menurut Jakarta Post, yang memberitakan melalui siaran pers tentang pengangkatan SMI sebagai  managing director di WB adalah WB sendiri. Setelah itu, melalui wawancara barulah SMI mengakui bahwa berita itu benar. Itu terjadi pada tanggal 4 Mei 2010.

Juru bicara Presiden memberi pernyataan bahwa Presiden SBY akan memberi konperensi pers setelah memperoleh ketegasan dari Presiden WB Robert Zoelick. Namun sehari kemudian diberitakan bahwa SBY telah menerima surat dari Presiden WB pada tanggal 25 April 2010. Mengapa SBY merasa perlu berpura-pura seperti ini ?

Dalam konperensi persnya, SBY memuji SMI sebagai salah seorang menteri terbaiknya yang disertai dengan rincian prestasi dan capaian-capaiannya. Tetapi justru dengan bangga melepaskan SMI supaya tidak melanjutkan baktinya kepada bangsa Indonesia.

SMI diberi waktu 72 jam untuk memberikan jawabannya menerima atau menolak tawaran WB. Tetapi SMI tidak membutuhkan waktu itu, karena dalam 24 jam langsung saja memberikan jawaban bahwa dirinya menerima tawaran itu.

Dan antara penerimaan tawaran dan efektifnya dia berfungsi di WB hanya 25 hari. Seorang sopir saja membutuhkan waktu transisi yang lebih lama untuk majikannya perorangan. Tetapi SMI dan SBY merasa tidak apa-apa kalau jangka waktu tersebut hanyalah 25 hari.

Mustahil bahwa WB yang mempunyai kantor perwakilan di Indonesia tidak mengetahui dan tidak mengikuti bekerjanya Pansus Century di DPR. Mustahil juga bahwa kantor perwakilan WB di Jakarta dan kantor pusatnya tidak mengetahui isi dari Laporan BPK. Dengan sendirinya juga mustahil bahwa WB tidak mengetahui bahwa sampai dibuktikan sebaliknya, SMI memang belum bersalah, tetapi jelas bermasalah yang masih dalam proses penyelesaian dan kejelasan oleh KPK.

Tetapi WB yang di seluruh dunia mengumandangkan dan mengajarkan Good Governance dan  jagoan dalam menegakkan supremasi hukum melakukan penginjak-injakan proses hukum yang sedang berjalan di KPK.

Ketika itu, tindakan WB jelas melecehkan dan bahkan menganggap keseluruhan proses yang telah berjalan di Pansus Century DPR RI sebagai tidak ada atau hanya dagelan saja. Maka sangatlah menyedihkan bahwa sikap yang demikian oleh WB didukung oleh  Presiden RI, sedangkan SMI bersikap tidak akan ada siapapun di Indonesia yang bisa menyentuhnya selama WB ada di belakangnya.

Ketika berita itu meledak, banyak orang termasuk saya sendiri yang bertanya-tanya, apakah pengangkatannya ini tidak akan menimbulkan gejolak. Ternyata sama sekali tidak. Dalam waktu 10 hari sudah tidak ada lagi yang berbicara dengan nada kritis. Sebaliknya, banyak sekali yang berbicara dengan nada memuji.

Yang lebih mengejutkan lagi  iyalah praktis tidak ada elit politik Indonesia yang marah kepada WB. Sebaliknya, dalam konperensi persnya Presiden RI SBY merasa berterima kasih kepada WB yang telah memberikan penghargaan kepada Indonesia, karena telah sudi memungut SMI menduduki jabatan yang terhormat di WB sebagai Managing Director.

Ada suara dari DPR, terutama dari Faisal Akbar (Hanura) yang menyerukan agar SMI dicekal sebelum pemeriksaannya oleh KPK tuntas dengan kesimpulan bahwa SMI memang bersih dalam kebijakannya bailout Century. Namun pernyataan yang sangat logis ini tidak bergaung. Respons dari KPK justru mengatakan bahwa pemeriksaan dapat dilanjutkan di Washington, DC. Langsung saja muncul reaksi yang mengatakan bahwa pemeriksaan semacam ini akan sangat mahal, karena jaraknya yang jauh, dan juga akan terkendala oleh tersedianya dokumen-dokumen yang dibutuhkan. Saya sendiri tidak dapat membayangkan bahwa WB akan mengizinkan adanya seorang managing director–nya diperiksa oleh KPK di markas WB di Washington, DC.

Tadinya saya berpikir bahwa kalau dilakukan, pemeriksaan seorang managing director oleh KPK di Washington, DC pasti akan menarik perhatian pers internasional. Ternyata salah. Kenyataan adanya pengangkatan seorang MD WB yang bermasalah sama sekali tidak menarik perhatian pers internasional, terutama pers AS. Masih segar dalam ingatan kita betapa hebohnya reaksi pers internasional ketika Paul Wlfowitz terlibat skandal, sehingga memaksanya mengundurkan diri. Apa artinya ? Begitu hebatkah SMI, atau begitu remehnya bangsa Indonesia di mata pers internasional, sehingga peristiwa Century yang sedang berlangsung dianggap tidak ada ?

Episode paling akhir dari hijrahnya SMI ke WB adalah penampilan SMI dalam pertemuan-pertemuan perpisahan. Pidatonya yang mendapat tepuk tangan sambil berdiri (standing ovation) dari orang-orang seperti Gunawan Mohammad, Marsilam Simanjuntak, Wimar Witoelar mengundang renungan apa gerangan yang ada di belakang ucapannya yang hanya sepotong tanpa penjelasan lanjutannya itu ? Yaitu : “Saya menang”, “Jangan lagi ada pemimpin yang tidak melindungi atau mengorbankan anak buahnya.” “I will come back” yang sangat mirip dengan ucapan Mac Arthur : “ I shall return”.  Akankah SMI  membentuk semacam pemerintahan in exile yang akan kembali menjadi Presiden RI ? Sudah ada yang menyuarakan bahwa SMI-lah yang paling cocok untuk menjadi Presiden RI di tahun 2014.

Di satu pihak demikian gagah beraninya sikap yang ditunjukkan oleh SMI dalam beberapa pidatonya, tetapi beliau menangis berkali-kali dengan wajah yang sangat-sangat sedih ketika berpidato dalam acara serah terima jabatan kepada Menteri Keuangan yang baru. Ada apa ? Sedihkah ? Menurut SMI sendiri tidak, dia menangis karena merasa “plong”, merasa lega. Bukankah orang menangis karena sedih atau karena terharu ? Kalau lega, apalagi “plong” biasanya bersorak sorai.

Apa pula yang menyebabkan Presiden SBY menghapus pengangkatan Anggito Abimanyu sebagai Wakil Menteri Keuangan tanpa yang bersangkutan diberitahu sebelumnya. Anggito mengetahuinya dari media massa seperti kita semua. Maka demi harga diri profesional, dia mengundurkan diri, membuang semua karir cemerlang yang dijalaninya. Demikian kejam, manipulatif, raja tega, main diktator, ataukah ada
kekuatan besar, ada big stream that Presdient SBY can not resist ?

Metaforsa Berkeley Mafia Menjadi Organisasi Tanpa Bentuk  (OTB)

Fenomena adanya sekelompok ekonom yang dikenal dengan sebutan Berkeley Mafia sudah kita ketahui. Aliran pikiran yang dihayati oleh kelompok ini juga sudah kita kenali. Komitmennya membela rakyat Indonesia ataukah membela kepentingan- kepentingan yang diwakili oleh 3 lembaga keuangan internasional (Bank Dunia, Bank Pembangunan Asia dan IMF) juga sudah diketahui oleh masyarakat luas.

Pembentukan kelompok yang terkenal dengan nama  Berkeley Mafia sudah dimulai sejak lama. Namanya menjadi terkenal dalam Konperensi Jenewa di bulan November 1967 yang akan diuraikan lebih lanjut pada bagian akhir tulisan ini. Awalnya kelompok ini adalah para ekonom dari FE UI yang disekolahkan di Universitas Berkeley untuk  meraih gelar Ph.D. Tetapi lambat laun menjadi sebuah Organisasi Tanpa Bentuk (OTB) yang sangat kompak dan kokoh ideologinya. Ideologinya mentabukan campur tangan pemerintah dalam kehidupan ekonomi. Afiliasinya dengan kekuatan asing yang diwakili oleh Bank Dunia, Bank Pembangunan Asia dan IMF, sehingga sangat sering memenangkan kehendak mereka yang merugikan bangsanya sendiri. Lambat laun para anggotanya meluas dari siapa saja yang sepaham. Banyak ekonom yang tidak pernah belajar di Universitas Berkeley, bahkan tidak pernah belajar di UI  menjadi anggota. Mereka membentuk keturunan-keturunan nya.

Anggotanya ditambah dengan para sarjana ilmu politik dari Ohio State University dengan Prof. Bill Liddle sebagai tokohnya, karena dia merasa dirinya “Indonesianist” dan diterima oleh murid-muridnya sebagai akhli tentang Indonesia. Paham dan ideologi yang dihayatinya sama.

Kemudian diperkuat dengan orang-orang yang merasa dirinya paling pandai di Indonesia, sedangkan rakyatnya masih bodoh. Sikapnya seperti para pemimpin dan kader Partai Sosialis Indonesia (PSI) dahulu, yang dipimpin oleh Sutan Sjahrir. Kecenderungannya memandang rendah dan sinis terhadap bangsanya sendiri, dengan sikap yang selalu tidak mau menjawab kritikan terhadap dirinya, melainkan
disikapi dengan senyum yang khas, bagaikan dewa yang sedang tersenyum sinis. Sikap ini terkenal dengan sikap “senyum dewata”. Dengan senyum dewata banyak masalah sulit yang sedang menggantung memang menjadi lenyap.

Dengan demikian sebutan Berkeley Mafia sebaiknya  diganti dengan Organisasi Tanpa Bentuk (OTB).

Ilustratif tentang adanya OTB ini adalah pidato  Dorodjatun Kuntjorojakti yang pertama kali dalam forum CGI sebagai Menko Perekonomian dalam kabinet Megawati. Kepada sidang CGI diberikan gambaran tentang perekonomian Indonesia. Setelah itu dikatakan olehnya bahwa dia mengetahui kondisi perekonomian Indonesia dengan cepat karena dia selalu asistennya Prof. Ali Wardhana dan dekat dengan Prof. Widjojo Nitisastro. Selanjutnya dikatakan bahwa “dirinya bukan anggota partai politik. Tetapi kalau toh harus menyebut organisasinya, sebut saja Partai UI Depok”. Setengah bercanda, setengah bangga, secara tersirat Dorodjatun mengakui bahwa OTB memang ada, pandai, profesional dan berkuasa.

Kaitan Sri Mulyani Indrawati (SMI), Peran Kelompok “Berkeley Mafia” dan Pengangkatannya sebagai Managing Director di Bank Dunia

Jauh sebelum SMI menjadi “orang”, Berkeley Mafia sudah lahir dan sangat instrumental buat kekuatan asing. SMI adalah salah satu kader yang berkembang menjadi “Don”.

Marilah kita telusuri sejarahnya. Pencuatan Berkeley Mafia yang pertama kali dan fenomenal terjadi di Jenewa di bulan November 1967, ketika mereka mendukung atau lebih tepat “mengendalikan” pimpinan delegasi RI, yaitu Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Adam Malik. Tentang hal ini akan saya kemukakan pada bagian akhir tulisan ini dengan mengutip John Pilger, Jeffrey Winters dan Bradley Simpson yang akan diuraikan pada bagian akhir tulisan ini. Kita fokus terlebih dahulu pada jejak dan track record SMI.

Jejak SMI dan Track Recordnya sebagai Kader OTB yang sangat Gigih dan Militan

SMI adalah orang yang sejak awal sudah disiapkan sebagai kader yang militan dari OTB. Seperti yang lain-lainnya, karir dimulai dari FE-UI. Karirnya yang menonjol tidak sebagai dosen, tetapi sebagai Direktur Lembaga Penelitian Ekonomi dan Masyarakat UI (LPEM UI). Tidak berlebihan kalau dikatakan bahwa FE UI dan Departemen Keuangan adalah pusat pengkaderan OTB.

Ketika sudah terlihat jelas bahwa PDI-P akan menang dalam pemilu tahun 1999, dan Ketua Umumnya Megawati diperkirakan pasti akan menjadi Presiden, Kongres-nya di Bali menarik perhatian dari seluruh dunia. Saya terkejut melihat SMI, Dr. Sjahrir almarhum dan teknokrat Berkeley Mafia lainnya hadir dalam Kongres tersebut yang mendapat tempat khusus di stadion berlangsungnya pidato pembukaan oleh Megawati, yaitu duduk di kursi di bawah panggung. Tidak berdiri di depan panggung bersama-sama dengan massa yang mendengarkan pidato Ketua Umum PDI-P. Buat saya sangat mengherankan karena Berkeley Mafia adalah arsitek pembangunan ekonomi di era Soeharto yang dengan sendirinya bersikap berseberangan dan sangat melecehkan serta memandang rendah PDI-P. Mengapa mereka sekarang hadir dalam Kongres PDI-P ? Ternyata mereka dibawa oleh orang yang ketika itu sangat dekat dengan Megawati. Mereka diperkenalkan kepada Megawati sebagai calon-calon menteri dalam Kabinet Mega nantinya.

Dari sini sangatlah jelas bahwa buat OTB, yang penting memegang kekuasaan ekonomi tanpa peduli siapa Presidennya dan tanpa peduli apa ideologi Presidennya. Mereka mempunyai organisasi sendiri yang saya sebut OTB tadi dengan kekuatan dan pengaruh yang sangat besar. Sepanjang 32 tahun rezim Soeharto, mereka selalu memegang tampuk kekuasaan ekonomi.

Ketika pak Harto mengundurkan diri dan digantikan oleh Habibie, walaupun sudah tidak 100% lagi, kekuasaan ekonomi ada di tangan para menteri OTB.

Sejak pak Harto berkuasa sampai dengan Megawati, dua Don dari OTB, Widjojo Nitisastro dan Ali Wardhana selalu secara resmi penasihat Presiden atas dasar Keputusan Presiden.

Habibie digantikan oleh Gus Dur sebagai Presiden. Dalam kabinet Gus Dur tidak ada satupun menteri dari OTB. Menko EKUIN dipegang oleh Kwik Kian Gie (KKG), Menteri Keuangannya Bambang Sudibyo, Menteri Perdagangan dan Industri Jusuf Kalla. Tiga orang ini jelas tidak ada sangkut pautnya dengan OTB dan sama sekali tidak dapat dipengaruhi oleh OTB.

Dalam waktu singkat Gus Dur ditekan oleh kekuatan internasional dan kekuatan para pengusaha besar di dalam negeri untuk memecat KKG. Karena sudah lama bersahabat, Gus Dur menceriterakannya terus terang kepada KKG, sambil mengatakan bahwa beliau telah mencapai kompromi dibentuk Dewan Ekonomi Nasional (DEN) dengan Emil Salim sebagai Ketua dan SMI sebagai sekretarisnya. Di dalamnya ada beberapa anggota yang hanya berfungsi sebagai embel-embel. Mereka tidak pernah aktif kecuali SMI dan Emil Salim. DEN berhak menghadiri setiap rapat koordinasi oleh Menko EKUIN. Sebelum dan setelah KKG menjabat Menko EKUIN DEN tidak pernah ada. Jadi DEN memang khusus diciptakan untuk menjaga, mengawasi dan memata-matai KKG supaya jangan neko-neko terhadap OTB dan kepentingan World Bank, Bank Pembangunan Asia dan IMF.

Dalam rapat koordinasi yang pertama KKG mengatakan kepada para menteri yang ada dalam koordinasinya bahwa kita sedang berhadapan dengan IMF yang mengawasi dengan ketat pelaksanaan Letter of Intent (LoI). Banyak dari butir-butir dalam LoI yang merugikan bangsa Indonesia, antara lain,
bea masuk untuk impor beras dan gula harus nol persen, sedangkan ketika itu produksi dalam negeri melimpah. Maka KKG mengatakan supaya para menteri bersikap membela kepentingan bangsa Indonesia, kalau perlu menelikung, menghambat atau menyiasati LoI yang merugikan bangsa kita. Kalau
mereka menghadapi persoalan KKG sebagai Menko EKUIN akan bertanggung jawab.

Beberapa hari kemudian Emil Salim mendatangi KKG menegur dengan keras bahwa KKG tidak boleh bersikap seperti itu. KKG harus taat melaksanakan semua butir yang ada di dalam LoI, karena KKG sendirilah sebagai Menko EKUIN yang menandatangani LoI.

Beberapa hari lagi setelah itu, Bambang Sudibyo (Menkeu), KKG dan Emil Salim dipanggil oleh Gus Dur. Gus Dur mempersilakan Emil Salim mengkuliahi KKG dan Bambang Sudibyo yang isinya tiada lain adalah butir-butir dari LoI.

Mungkin dirasakan tidak mempan, sidang kabinet diselenggarakan secara khusus yang agendanya tunggal, yaitu membahas LoI. Kepada setiap menteri diberikan selembar formulir yang isinya butir-butir LoI yang harus dilaksanakan oleh masing-masing menteri yang bersangkutan, dan kemudian harus ditandatangani. Menteri-menteri menggerutu diperlakukan seperti anak SD.

Dalam sidang kabinet itu, Mensesneg Bondan Gunawan membacakan uraiannya tentang butir-butir LoI yang mutlak harus dilaksanakan oleh setiap menteri, lengkap dengan slides. SMI hadir dalam sidang kabinet itu. Seusai membacakannya, Bondan sambil berkeringat menggerutu kepada KKG sambil mengatakan “diamput” bahwa dirinya tidak mengerti ekonomi kok disuruh memaparkan hal-hal seperti itu. Ketika KKG menanyakannya siapa yang membuatnya, dijawab singkat : SMI.

Sebagai Menko EKUIN KKG ex officio menjabat Ketua KKSK yang memimpin dan memutuskan tentang rekapitalisasi bank-bank seperti yang tercantum dalam LoI. Dalam rapat tentang rekap BNI sebesar Rp. 60 trilyun, LoI mengatakan bahwa rekap dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama sebesar Rp. 30 trilyun, seluruh Direksi diganti dan  dipantau apakah bekerja dengan baik menurut ukuran IMF. Kalau ya, maka Rekap. kedua sebesar Rp. 30 trilyun dilakukan. Darmin Nasution yang ketika itu Direktur di Kementerian Keuangan hadir mewakili Depkeu. Dia mengusulkan supaya Rekap. dilakukan sekaligus saja sebesar Rp. 60 trilyun, agar pemerintah tidak perlu dua kali minta izin/melaporkan kepada DPR. SMI yang hadir protes, mengatakan bahwa dalam LoI tercantum Rekap. dalam dua tahap. KKG merasa usulan Darmin Nasution masuk akal. Maka diputuskan olehnya bahwa Rekap. dilakukan sekaligus. Terlihat SMI sibuk dengan HP-nya.

Seusai rapat, begitu KKG tiba di ruang kerjanya dari ruang rapat, telpon berdering dari John Dordsworth, Kepala Perwakilan IMF di Jakarta yang marah-marah karena KKG memutuskan tentang Rekap. BNI yang bertentangan dengan ketentuan LoI. Begitu telpon diletakkan telpon bordering lagi dari Bambang Sudibyo yang menceriterakan bahwa dirinya baru dimarah-marahi oleh Mark Baird, Kepala Perwaklian Bank Dunia di Jakarta tentang hal yang sama. Sangat jelas tugas SMI ternyata melaporkan segala sesuatu yang dilakukan oleh Pemerintah dan dianggap menyimpang dari yang dikehendaki oleh IMF, walaupun yang dikehendaki oleh IMF merugikan bangsa Indonesia.

Peristwa selanjutnya adalah ketika KKSK harus merekap Bank Danamon. Bank Danamon diwakili oleh Dirutnya, seorang Amerika bernama Milan Schuster dan Direkturnya puteranya Ali Wardhana, Mahendra  Wardhana. Mereka mengemukakan bahwa Bank Danamon menderita kerugian setiap
bulannya dan CAR-nya juga di bawah 8%. KKG bertitik tolak dari jumlah kerugian setiap bulannya. Untuk menutup kerugian ini, surat utang pemerintah yang bernama Obligasi Rekapitalisasi Perbankan (OR) yang harus diinjeksikan haruslah Rp. X  yang harus memberikan pendapatan bunga sebesar kerugian Bank Danamon. Maka keluarlah angka Rp. 18 trilyun. Dengan pendapatan bunga sebesar 1% sebulan dari OR yang Rp. 18 trilyun, kerugian Bank Danamon akan tertutup, atau Bank Danamon tidak akan bleeding lagi. SMI langsung protes mengatakan bahwa menginjeksi OR sebesar Rp. 18 trilyun berarti menjadikan CAR-nya sebesar 36%, sedangkan LoI memerintahkan merekap bank-bank sampai CAR-nya menjadi 8% saja. KKG tidak peduli, karena yang hendak dicapai adalah supaya Bank berhenti merugi. Kalau rekap dilakukan dengan jumlah yang hanya cukup untuk menjadikan CAR 8% saja, pendapatan bunganya akan jauh lebih kecil daripada kerugiannya, sehingga rekapitalisasi tidak akan menghentikan kerugian-nya (masih tetap bleeding).

Kebijakan KKG yang menyimpang dari LoI, tetapi jelas-jelas lebih logis ini ternyata dilaporkan kepada IMF oleh SMI. Saya mengetahui tentang hal ini, karena ketika melakukan kunjungan kehormatan pada Menteri Keuangan Larry Summers di kantornya di Washington, DC, saya diterima oleh Larry Summers sendiri sebagai Menteri Keuangan, didampingi oleh Timothy Geithner selalu Deputy-nya plus beberapa pejabat tinggi lainnya yang memarahi KKG bahwa KKG selalu menelikung LoI-nya IMF. Ketika saya tanyakan tentang apa konkretnya sebagai contoh, dia menceriterakan persis seperti yang dikatakan oleh SMI dalam rapat KKSK.

Selaku Menko EKUIN KKG harus memimpin delegasi RI ke Paris Club untuk berunding tentang penjadwalan kembali pembayaran hutang yang sudah jatuh tempo, karena Pemerintah tidak mampu membayarnya. KKG diundang ke Departemen Keuangan guna menerima penjelasan-penjelas an tentang jalannya perundingan, dan juga diberikan arahan-arahan oleh 3 perusahaan konsultan asing yang terkenal dengan nama “Troika”. Saya lupa nama dari masing-masing perusahaan konsultan tersebut. Dikatakan juga bahwa KKG beserta delegasinya (Dono Iskandar dari BI dan Jusuf Anwar dari Depkeu) harus siap bahwa lamanya perundingan 24 jam non stop tanpa dapat tidur, yaitu dari jam 10.00 pagi sampai jam 10.00 pagi keesokan harinya.

KKG mengatakan bahwa dia tidak mau mengikuti skenario yang seperti itu. KKG minta kepada para petinggi Depkeu yang hadir agar mempersiapkan gambaran menyeluruh tentang posisi hutang luar negeri RI. KKG akan mengatakan bahwa jumlah hutang yang demikian besarnya adalah kesalahan negara-negara pemberi hutang juga, yang sejak tahun 1967 menggerojok hutang kepada Indonesia melalui IGGI/CGI. Setelah mengucapkan pidato singkat ini KKG akan tidur, dan mempersilakan mereka berunding sesukanya. Apa yang merekaputuskan akan dipenuhi oleh KKG kalau dianggap reasonable dan fair, tetapi kalau  dianggap tidak fair akan ditolak dan KKG akan segera terbang kembali ke Indonesia
sambil mengatakan akan berani menghadapi resiko apapun.

Beberapa hari kemudian Marsilam Simanjuntak (Mensesneg) menelpon KKG memberitahukan bahwa Presiden Gus Dur telah menerbitkan Keputusan Presiden yang membentuk Tim Asistensi pada Menko EKUIN yang harus mengawal (baca mengawasi dan mengendalikan) Menko EKUIN selama perundingan Paris Club. Ketuanya Widjojo Nitisastro dan Sekretarisnya SMI. Memang selama perundingan Widjojo N. dan SMI mengapit KKG dan Bambang Sudibyo selama 24 jam, supaya mereka menjaga bahwa KKG benar-benar menanggapi pasal demi pasal dari para anggota Paris Club.

Ketika Megawati menjabat Presiden, diberitakan di Kompas bahwa SMI akan menjabat sebagai anggota Board of Directors IMF di Washington mewakili Indonesia. KKG menanyakan hal itu kepada Mega. Beliau terkejut sambil mengatakan : “kok enak saja, kan harus dengan persetujuan saya ?”, sambil mengatakan juga bahwa beliau tidak pernah mengetahuinya dan tidak pernah menandatangani Keppres untuk itu. Beberapa hari kemudian diberitakan lagi di Kompas bahwa SMI sudah akan efektif menjabat per tanggal tertentu. KKG menanyakan hal itu lagi kepada Megawati, dan dijawab bahwa Keppresnya memang sudah ditandatangani dengan alasan “…daripada, daripada ….”

Konon kabarnya, sebelum susunan Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) I terbentuk, SBY didatangi oleh Dubes AS Ralph Boyce dan Kepala Perwakilan Bank Dunia di Jakarta Andrew Steer. Mereka mengatakan bahwa kendali ekonomi hendaknya diberikan kepada SMI, Boediono dan Mari Pangestu. Boediono menolak yang bisa dipahami. Seusai sidang kabinet Megawati terakhir Boediono berpamitan dengan rekan-rekan menterinya.  Dia mengatakan bahwa salah satu dari kita bisa saja diminta lagi oleh SBY untuk duduk dalam kabinetnya. Tetapi dia (Boediono) tidak akan mau duduk dalam pemerintahan. Dia sudah fed up dan akan kembali ke kampus saja. Saya termasuk yang diberitahu tentang hal ini.

Maka saya tidak heran mendengar bahwa Boediono menolak tawaran SBY untuk duduk dalam KIB-nya. Namun ketika SBY tidak tahan tekanan publik, beliau mengumumkan akan melakukan reshuffle kabinet.

Saya mendengar bahwa Boediono sedang “digarap” habis-habisan untuk mau menjadi Menko Perekonomian, dan terjadilah itu. Ini saya gambarkan betapa mutlak pengaruh kekuatan internasional dalam mengendalikan kebijakan ekonomi Indonesia. Lebih hebat lagi, Jakarta Post tanggal 25 Mei 2009 memberitakan bahwa ketika Boediono ditanya, faktor apa yang mendorongnya mau menerima pencalonan dirinya sebagai Wakil Presiden dijawab olehnya : “because of a big stream that I can not resist”, yang berarti karena arus (kekuatan) besar yang tidak dapat ditahannya. Saya merasa perlu menceriterakan ini karena hubungannya antara SMI dan Boediono yang sama-sama anggota senior OTB dan sama-sama disodorkan kepada SBY agar mereka dan Mari Pangestu memegang kekuasaan ekonomi di Indonesia. Kenyataan-kenyataan ini jelas relevan dalam menjelaskan mengapa pengangkatan SMI sebagai managing director WB yang sangat tidak wajar dan menghina bangsa Indonesia itu berjalan demikian mulusnya.

Di tengah-tengah menjalankan tugas sebagai Menkeu yang dalam proses pemeriksaan oleh KPK sebagai tindak lanjut dari hasil kerja Pansus DPR tentang Bank Century, SMI mengumumkan pengunduran dirinya untuk menjabat sebagai managing director di WB mulai tanggal 1 Juni 2010, seperti yang kita ketahui bersama.

Saya mempunyai pengalaman yang menyangkut SMI dan Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta. Ceriteranya sebagai berikut : hibah dari Uni Eropa kepada Indonesia menurut investigasi WB dikorup. Karena pelaksananya Bappenas, maka saya “diperiksa” oleh Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta. Yang dipermasalahkan bukan KKG mengkorup, tetapi mengapa KKG membayar kembali hibah yang dituntut oleh WB sebesar USD 500 juta sedangkan yang dikorup hanyalah sekitar USD 30.000. Mengembalikan hibah seluruhnya sebesar USD 500 juta dianggap merugikan keuangan negara. Tetapi ketika salah paham, bahwa justru KKG yang berkelahi tidak mau membayar dan SMI yang sebagai Menteri Keuangan yang membayarnya, SMI-nya tidak diapa-apakan. KKG juga tidak diapa-apakan, tetapi sempat diperiksa. Berkaitan dengan ini ada hal sejenis yang terpublikasikan secara luas. Indonesia menerima hutang dari WB sebesar USD 4,7 juta untuk membangun proyek infra struktur. Menurut WB lagi sebagian dikorup, dan karena itu minta supaya seluruh hutang yang USD 4,7 juta dikembalikan. Tidak jelas dikembalikan atau tidak. Rasanya dikembalikan dan tidak ada konsekwensinya, walaupun dianggap merugikan dan mengacaukan  perencanaan keuangan negara. Saya kemukakan ini karena ada kecenderungan segala sesuatunya akan kebal hukum apabila WB ada di belakangnya. Jelas ini merupakan faktor yang bisa menjelaskan mengapa pengangkatan SMI oleh WB langsung saja mematikan urusannya dengan KPK tentang Century yang sebelumnya demikian gegap gempitanya.

SMI, Berkeley Mafia, Kekuatan Asing dan Sejarah Pekembangannya

Kekuatan asing yang boleh  dikatakan menentukan semua kebijakan ekonomi dan keuangan Indonesia diwakili oleh tiga lembaga keuangan internasional, yaitu Bank Dunia, Bank Pembangunan Asia dan IMF.

Ketika KKG sebagai Menko EKUIN pertama kali harus mengucapkan pidato di depan CGI dalam pembukaan rapat tahunannya, kepada KKG disodorkan naskah pidato oleh staf yang jelas anggota OTB. Isinya sama sekali tidak disetujui oleh KKG, dan dia minta kepada staf yang bersangkutan supaya diubah dengan arahan dari KKG. Dia menolak sambil mengatakan bahwa sudah menjadi tradisi sejak dahulu kala bahwa pidato pembukaan IGGI/CGI oleh Ketua Delegasi RI haruslah dibuat oleh WB melalui staf Menko EKUIN. Akhirnya saya membuatnya sendiri yang isinya sesuai dengan hati nurani dan keyakinan saya, yang ternyata isinya mengejutkan pimpinan sidang, Wakil Presiden WB Dr. Kasum.

Pidato yang saya ucapkan mengandung tiga inti. Yang pertama, kalau Indonesia tidak mampu membayar cicilan pokok utang beserta bunga yang jatuh tempo, negara-negara IGGI/CGI ikut bersalah, karena barang siapa memberi utang harus mengevaluasi apakah yang diberi utang akan mampu membayar cicilan utang pokoknya beserta bunganya tepat waktu. Kalau ternyata tidak bisa, negara-negara pemberi utang harus ikut bertanggung jawab dalam bentuk hair cut. Bukan hanya penundaan pembayaran cicilan utang pokoknya saja, yang sifatnya menggeser beban di kemudian hari, sedangkan bunganya pembengkak. Kedua, KKG protes penggunaan istilah “negara donor”, dan minta supaya istilah yang sudah dibakukan oleh WB bersama-sama dengan para ekonom OTB itu diganti dengan istilah “negara kreditur” atau “negara pemberi utang”. Ketiga, KKG juga protes digunakannya istilah “aid” atau bantuan, dan minta diganti dengan “loan” atau kredit. Kesemuanya tidak dihiraukan. Belakangan saya mendengar dari Dr. Satish Mishra yang khusus diperbantukan pada Indonesia oleh PBB selama krisis. Dia memberitahukan kepada saya bahwa walaupun segala sesuatu yang saya katakan masuk akal, para ekonom OTB sendiri bersama-sama dengan WB, Bamk Pembangunan Asia dan IMF menyikapinya dengan “let him talk”. Biarlah dia bicara, tidak akan ada dampaknya sama sekali.

Sejarah Penguasaan Ekonomi Indonesia oleh Kekuatan Asing dan Kelompok Berkeley Mafia

Mari sekarang kita telaah bagaimana beberapa ahli dan pengamat asing melihat peran kekuatan asing dan kelompok Berkeley Mafia dalam perekonomian Indonesia sejak tahun 1967.

Saya kutip apa yang ditulis oleh John Pilger dalam bukunya yang berjudul “The New Rulers of the World.” Saya terjemahkan seakurat mungkin ke dalam bahasa Indonesia sebagai berikut :

“Dalam bulan November 1967, menyusul tertangkapnya ‘hadiah terbesar’, hasil tangkapannya dibagi. The Time-Life Corporation mensponsori konperensi istimewa di Jenewa yang dalam waktu tiga hari merancang pengambil alihan Indonesia. Para pesertanya meliputi para kapitalis yang paling berkuasa di dunia, orang-orang seperti David Rockefeller. Semua raksasa korporasi Barat diwakili : perusahaan-perusaha an minyak dan bank, General Motors, Imperial Chemical Industries, British Leyland, British American Tobacco, American Express, Siemens, Goodyear, The International Paper Corporation, US Steel. Di seberang meja adalah orang-orangnya Soeharto yang oleh Rockefeller disebut “ekonoom-ekonom Indonesia yang top”.

“Di Jenewa, Tim Sultan terkenal dengan sebutan ‘the Berkeley Mafia’, karena beberapa di antaranya pernah menikmati beasiswa dari pemerintah Amerika Serikat untuk belajar di Universitas California di Berkeley. Mereka datang sebagai peminta-minta yang menyuarakan hal-hal yang diinginkan oleh para majikan yang hadir. Menyodorkan butir-butir yang dijual dari negara dan bangsanya, Sultan menawarkan : …… buruh murah yang melimpah….cadangan besar dari sumber daya alam ….. pasar yang besar.”

Di halaman 39 ditulis : “Pada hari kedua, ekonomi Indonesia telah dibagi, sektor demi sektor. ‘Ini dilakukan dengan cara yang spektakuler’ kata Jeffrey Winters, guru besar pada Northwestern University, Chicago, yang dengan mahasiwanya yang sedang bekerja untuk gelar doktornya, Brad Simpson telah mempelajari dokumen-dokumen konperensi. ‘Mereka membaginya ke dalam lima seksi : pertambangan di satu kamar, jasa-jasa di kamar lain, industri ringan di kamar lain, perbankan dan keuangan di kamar lain lagi;  yang dilakukan oleh Chase Manhattan duduk dengan sebuah delegasi yang mendiktekan kebijakan-kebijakan yang dapat diterima oleh mereka dan para investor lainnya. Kita saksikan para pemimpin korporasi besar ini berkeliling dari satu meja ke meja yang lain, mengatakan : ini yang kami inginkan : ini, ini dan ini, dan mereka pada dasarnya merancang infra struktur hukum untuk berinvestasi di Indonesia. Saya tidak pernah mendengar situasi seperti itu sebelumnya, di mana modal global duduk dengan para wakil dari negara yang diasumsikan sebagai negara berdaulat dan merancang persyaratan buat masuknya investasi mereka ke dalam negaranya sendiri.

Freeport mendapatkan bukit (mountain) dengan tembaga di Papua Barat (Henry Kissinger duduk dalam board). Sebuah konsorsium Eropa mendapat nikel Papua Barat. Sang raksasa Alcoa mendapat bagian terbesar dari bauksit Indonesia. Sekelompok perusahaan-perusaha an Amerika, Jepang dan Perancis mendapat hutan-hutan tropis di Sumatra, Papua Barat dan Kalimantan. Sebuah undang-undang tentang penanaman modal asing yang dengan buru-buru disodorkan kepada Soeharto membuat perampokan ini bebas pajak untuk lima tahun lamanya. Nyata dan secara rahasia, kendali dari ekonomi Indonesia pergi ke Inter Governmental Group on Indonesia (IGGI), yang anggota-anggota intinya adalah Amerika Serikat, Canada, Eropa, Australia dan, yang terpenting, Dana Moneter Internasional dan Bank Dunia.”

Demikian gambaran yang diberikan oleh Brad Simpson, Jeffrey Winters dan John Pilger tentang suasana, kesepakatan- kesepakatan dan jalannya sebuah konperensi yang merupakan titik awal sangat penting buat nasib ekonomi bangsa Indonesia selanjutnya.

Kalau baru sebelum krisis global berlangsung kita mengenal istilah “korporatokrasi” , paham dan ideologi ini sudah ditancapkan di Indonesia sejak tahun 1967. Delegasi Indonesia adalah Pemerintah. Tetapi counter part-nya captain of industries atau para korporatokrat.

Para Perusak Ekonomi Negera-Negara Mangsa

Benarkah sinyalemen John Pilger, Joseph Stiglitz dan masih banyak ekonom AS kenamaan lainnya bahwa hutanglah yang dijadikan instrumen untuk mencengkeram Indonesia ?

Dalam rangka ini, saya kutip buku yang menggemparkan. Buku ini ditulis oleh John Perkins dengan judul : “The Confessions of an Economic Hit man”, atau  “Pengakuan oleh seorang Perusak Ekonomi”. Buku ini tercantum dalam New York Times bestseller list selama 7 minggu.

Saya kutip sambil menterjemahkannya ke dalam bahasa Indonesia sebagai berikut.

Halaman 12 : “Saya hanya mengetahui bahwa penugasan pertama saya di Indonesia, dan saya salah seorang dari sebuah tim yang terdiri dari 11 orang yang dikirim untuk menciptakan cetak biru rencana pembangunan pembangkit listrik buat pulau Jawa.”
Halaman 13 : “Saya tahu bahwa saya harus menghasilkan model ekonometrik untuk Indonesia dan Jawa”. “Saya mengetahui bahwa statistik dapat dimanipulasi untuk menghasilkan banyak kesimpulan, termasuk apa yang dikehendaki oleh analis atas dasar statistik yang dibuatnya.”

Halaman 15 : “Pertama-tama saya harus memberikan pembenaran (justification) untuk memberikan hutang yang sangat besar jumlahnya yang akan disalurkan kembali ke MAIN (perusahaan konsultan di mana John Perkins bekerja) dan perusahan-perusahaa n Amerika lainnya (seperti Bechtel, Halliburton, Stone & Webster, dan Brown & Root) melalui penjualan proyek-proyek raksasa dalam bidang rekayasa dan konstruksi. Kedua, saya harus membangkrutkan negara yang menerima pinjaman tersebut (tentunya setelah MAIN dan kontraktor Amerika lainnya telah dibayar), agar negara target itu untuk selamanya tercengkeram oleh kreditornya, sehingga negara penghutang (baca : Indonesia) menjadi target yang empuk kalau kami membutuhkan favours, termasuk basis-basis militer, suara di PBB, atau akses pada minyak dan sumber daya alam lainnya.”

Halaman 15-16 : “Aspek yang harus disembunyikan dari semua proyek tersebut ialah membuat laba sangat besar buat para kontraktor, dan membuat bahagia beberapa gelintir keluarga dari negara-negara penerima hutang yang sudah kaya dan berpengaruh di negaranya masing-masing. Dengan demikian ketergantungan keuangan negara penerima hutang menjadi permanen sebagai instrumen untuk memperoleh kesetiaan dari pemerintah-pemerint ah penerima hutang. Maka semakin besar jumlah hutang semakin baik. Kenyataan bahwa beban hutang yang sangat besar menyengsarakan bagian termiskin dari bangsanya dalam bidang kesehatan, pendidikan dan jasa-jasa sosial lainnya selama berpuluh-puluh tahun tidak perlu masuk dalam pertimbangan.”

Halaman 15 : “Faktor yang paling menentukan adalah Pendapatan Domestik Bruto (PDB). Proyek yang memberi kontribusi terbesar terhadap pertumbuhan PDB harus dimenangkan. Walaupun hanya satu proyek yang harus dimenangkan, saya harus menunjukkan bahwa membangun proyek yang bersangkutan akan membawa manfaat yang unggul pada pertumbuhan PDB.”

Halaman 16 : “Claudia dan saya mendiskusikan karakteristik dari PDB yang menyesatkan. Misalnya pertumbuhan PDB bisa terjadi walaupun hanya menguntungkan satu orang saja, yaitu yang memiliki perusahaan jasa publik, dengan membebani hutang yang sangat berat buat rakyatnya. Yang kaya menjadi semakin kaya dan yang miskin menjadi semakin miskin. Statistik akan mencatatnya sebagai kemajuan ekonomi.”

Halaman 19 : “Sangat menguntungkan buat para penyusun strategi karena di tahun-tahun enam puluhan terjadi revolusi lainnya, yaitu pemberdayaan perusahaan-perusaha an internasional dan organisasi-organisa si multinasional seperti Bank Dunia dan IMF.”

Penutup

Fokus tulisan ini adalah peran SMI dalam perpspektif sejarah dan kaitannya dengan hubungan yang sangat erat dan subordinatif pada kekuatan-kekuatan asing, mungkin kekuatan corporatocracy yang diwakili oleh tiga lembaga keuangan internasional, yaitu Bank Dunia, Bank Pembangunan Asia dan IMF.

Sejak Konperensi Jenewa bulan November 1967 yang digambarkan oleh John Pilger, dalam tahun itu juga lahir UU no. 1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing, yang disusul dengan UU No. 6 tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri, dan serangkaian perundang-undangan dan peraturan
beserta kebijakan-kebijakan yang sangat jelas menjurus pada liberalsasi. Dalam berbagai perundang-undangan dan peraturan tersebut, kedudukan asing semakin lama semakin bebas, sehingga akhirnya praktis sama dengan kedudukan warga negara Indonesia. Kalau kita perhatikan bidang-bidang yang diminati dalam melakukan investasi besar di Indonesia, perhatian mereka tertuju pada pertumbuhan PDB Indonesia yang produknya untuk mereka, sedangkan bangsa Indonesia hanya memperoleh pajak dan royalti yang sangat minimal.

Bidang-bidang ini adalah pertambangan dan infra struktur seperti listrik dan jalan tol yang dari tarif tinggi yang dikenakan pada rakyat Indonesia mendatangkan laba baginya.

Bidang lain adalah memberikan kredit yang sebesar-besarnya dengan tiga sasaran : pertama, memperoleh pendapatan bunga, kedua, proyek yang dikaitkan dengan hutang yang diberikan di mark up, dan dengan hutang kebijakan Indonesia dikendalikan melalui anak bangsa sendiri, terutama yang termasuk kelompok OTB untuk ekonomi dan kelompok The Ohio Boys untuk bidang politik.

Keseluruhan ini sendiri merupakan ceritera yang menarik dan bermanfaat sebagai bahan renungan introspeksi betapa kita sejak tahun 1967 sudah dijajah kembali dengan cara dan teknologi yang lebih dahsyat.

Para penjajah Belanda dahulu menanam berbagai pohon yang buahnya bernilai tinggi. Kekejaman mereka terletak pada eksploitasi manusia Indonesia bagaikan budak. Kebun-kebunnya sampai sekarang menjadi PTP yang masih menguntungkan.

Sejak tahun 1967, pengerukan dan penyedotan kekayaan alam Indonesia oleh kekuatan asing, terutama mineral yang sangat mahal harganya dan sangat vital itu dilakukan secara besar-besaran dengan modal besar dan teknologi tinggi. Para pembantunya adalah bangsa sendiri yang berhasil dijadikan kroni-kroninya. Apakah pengangkatan SMI menjadi managing director WB merupakan bagian dari skenario ini saya tidak tahu.

*) ditulis oleh Kwik Kian Gie, Menko Ekonomi Kabinet Persatuan Nasional 1999-2000 dan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional & Ketua Bappenas Kabinet Gotong-Royong 2001-2004
--

Tuesday, June 15, 2010

sebentar saja

Bismillah

sebentar saja
aku belum bisa membalas smsmu sekarang

sebentar saja
ijinkan aku berpikir jernih

sebentar saja
beri kesempatan aku sekali

sebentar saja
pada hari itu aku akan ke rumahmu
membawa sebuket bunga yang pernah kujanjikan padanya

sebentar saja
doaku tetap untukmu
karena kamu telah jadi bagian cerita lamaku

sebentar saja
dengarkan ceritaku
aku telah menemui kakakmu
dia titip salam untuk kita

sebentar saja
tolong mampir di blog ini
mengingat catatan kita di tahun ke sepuluh

sebentar saja
mengertilah
.....

.....................
ternyata, langit masih biru

Sunday, June 13, 2010

TANAH AIR BETA

Bismillah

Minggu sore, seperti biasa METRO TV menayangkan kembali acara Kick Andy, Jum’at kemarin aku belum sempat nonton, beruntung hari ini bisa. Tema kali ini tentang kehidupan pengungsi Timor Timur pro integrasi tahun 1999 Tema ini mengingatkan aku pada tahun yang sama, ketika itu aku ingin sekali belajar memanah karena terobsesi dengan cerita ayahku tentang 3 olahraga yang baik, berkuda, berenang dan memanah. Waktu itu, diakui cukup sulit untuk mencari pemanah, adanya pemanah ketapel.. ^^

Tapi ayahku ga kehilangan akal, aku pun diajak ke sebuah kampung bernama Loo. Sebuah kampung pesisir, dengan aneka ragam kerang lautnya yang sungguh istimewa.Sesampai di sana, tampak sebuah rumah panggung yang cukup besar, rapi meski tidak dicat. Halaman rumah itu dipenuhi pohon papaya, jati, bunga bougenvil, pohon pisang dan sebuah sumur dengan timba dari karet bekas ban motor. Ayah mengenalkanku dengan si empunya rumah, aku memanggilnya Papi Loo, kata ayah, beliau seorang pemanah ulung. Dialek bahasa Indonesianya unik, mengingatkan aku pada Eka, sepupuku yang tinggal di Manggarai NTT.

Setelah melihat lihat halaman rumahnya, kami diijinkan naik *masuk di rumahnya*. Di dalam rumah, tampak beberapa hasil kerajianan dari bulu ayam. Di dinding rumahnya, ada topi dari bulu burung sepertinya cendrawasih, dan sesuatu yang membuatku penasaran, anak panah lengkap dengan busurnya. Ukurannya cukup besar, seperti yang aku lihat dalam film film. Sepertinya itu sisa sia kerajaan di Timur. Sambil menikmati makanan yang disajikan istrinya, ada ikan bakar dengan tumisan daging kerang yang lezat sekali. Aku tanya tanya tentang si Papi, pengen tau ceritanya, hingga bisa sampai di tempatku. Usut punya usut, ternyata beliau anak salah satu raja di NTT [dulu banyak kerajaan kerajaan kecil di NTT], dia melarikan diri dari tanah kelahirannya karena ada perang saudara di tahun 1973. Pada perang itu, ayahnya menjadi korban dan akhirnya meninggal, tapi yang lebih tragis adalah kisah kepergian sang nenek dari Papi Loo.
Ceritanya begini, setelah perang reda [gencatan senjata], Papi Loo muda sudah mulai bisa menerima kepergian sang ayah, mereka [keluarga istana] makan bersama karena ada hidangan besar. Seluruh keluarga telah hadir, tapi Papi Loo masih mencari sang nenek, ketika selesai makan, dia bertanya pada salah satu pembesar di situ  'mana nenekku', [baca dengan logat NTT].. yang mendengar tampak saling pandang, dan salah satu dari mereka menjawab 'napa kau tanya nenek ko.. nenek kau sudah kau makan'… 
Betapa terkejutnya si Papi Loo muda, ternyata daging yang dia makan adalah neneknya sendiri. Sejak itu, dia membulatkan tekad untuk pergi dari tanah kelahirannya dan akhirnya terdampar di tempatku. Di Loo, dia memeluk agama Islam, menjadi nelayan dan menikah dengan penduduk setempat. Setelah mendengar ceritanya, aku ga jadi belajar memanah, sudah terlanjur ngeri membayangkan dia makan neneknya dan juga panah yang ia punya terlalu besar untuk anak kecil macam aku.  

Kembali ke Kick Andy hari ini. Kali ini bercerita tentang kehidupan pengungsi Timor Timur di NTT, keberadaan mereka sejak tahun 1999 ternyata belum dapat perhatian yang memadai dari pemerintah. Mereka telah memilih Indonesia, mereka telah jatuh cinta dengn Merah Putih, mereka telah terpisah dengan saudara mereka yang Timur Leste, dan tak sedikitpun mereka menyesal karena pilihannya. Dan lagi, Ari Sihasale dan Nia Zulkarnaen melalui rumah produksi Alenia, mereka membuat sebuah film yang berlatar keunikan daerah Atambua, berjudul 'Tanah Air Beta’.

Seperti film film sebelumnya, Denias dan KING, dalam film ini juga bercerita tentang Indonesia, permasalahan sosial yang ada, kearifan lokal yang kuat, serta semangat hidup yang begitu tinggi. Buatku, film ini layak ditonton segala umur ^^.

Berikut cuplikan film TANAH AIR BETA.

Dikisahkan seorang ibu muda bernama Tatiana (diperankan Alexandra Gottardo) yang terpisah dengan anak pertamanya, Mauro (Marcel Raymond), saat terjadi kekacauan pascajajak pendapat 30 agustus 1999. ”nama-nama tokoh sengaja tidak memakai nama belakang karena menyangkut marga orang banyak,” tutur ale.

Suami tatiana hilang dalam kerusuhan dan dia hanya sempat mengajak anak keduanya, merry (griffit patricia), mengungsi ke wilayah indonesia. Setelah ketegangan mulai mereda, tatiana kembali ke perbatasan untuk mengetahui nasib mauro.

Saat mencari anak pertamanya itu, tatiana berjumpa dengan pengungsi lain bernama abu bakar (asrul dahlan) yang terpisah dari istrinya saat kerusuhan. Mereka pun menjalin persahabatan di tengah penderitaan di pengungsian. Tanah air beta adalah kisah fiksi yang diangkat dari latar belakang peristiwa sejarah. Menurut nia zulkarnaen, produser eksekutif film ini, karakter tatiana dan kisah hidupnya merupakan gabungan dari beberapa sosok pengungsi eks timor timur yang diwawancarai sebagai narasumber saat riset film ini. ”agustus lalu kami ke sini untuk mewawancarai para pengungsi sekalian survei lokasi,” kata Nia.

Friday, June 11, 2010

Ketika....

Bismillah

Kamis kemarin, acara pelepasan wisuda di fakultasku.

Aku datang, kebetulan ada temanku juga yang diwisuda.

Seperti biasa, yang mengurus kegiatan pelepasan wisuda adalah BEM Fakultas

 

Pukul 11.45 WIB, tampak teman teman panitia sedang merapikan kursi

Ada juga yang menata background dan dekorasi ruang

Di pintu depan

Tampak ada pemandangan souvenir berupa patung wisuda dan bingkisan yang berisi kotak makanan

 

Dari kejauhan, aku memperhatikan kesibukan mereka

 

Tak lama, ada kawan yang menyapa

Rupanya teman sesama aktivitas dikampus

‘sa’iki ra iso njalu’ maem, bedo karo BEM-mu’, katanya

‘hhehe, emang dulu kek mana mas ?’, tanyaku sekedar pingin tau

‘biasanya kita bisa ambil makanan, ada jatah tiap ormawa’, jelas yang lainnya.

‘owh, gitu’. kataku pendek sambil senyum senyum sendiri

 

Ternyata, tiap masa selalu ada hal yang unik

Aku ingat, dulu setiap ada kegiatan pelepasan wisuda

BEM kerjasama dengan Pembantu Dekan III menyiapkan segala kelengkapannya

Mulai dari pengisi acara, konsumsi hingga souvenir

 

Biasanya, pengisi acara dari HIMA JAWA, HIMA TARI dan HIMA MUSIK

Untuk konsumsi, sudah tekan kontrak dengan Garden Café KOPMA UNY

Sementara souvenir, memang sudah dikerjakan mandiri oleh teman-teman Seni Rupa dan Kerajinan.

Hima Jawa dengan seni gamelan dan nembangnya

Hima Tari dengan kemampuan eksplorasi gerak tubuhnya

Hima Musik dengan seni seni musiknya yang menawan

Semua berpadu jadi satu.

Sedangkan konsumsi, BEM berusaha  mengatur dana yang ada

Sehingga untuk konsumsi bisa merata

Peserta wisuda dan keluarga dapat, panitia dan Ormawa juga tetap dapat.

Jadilah, setelah pelepasan berakhir, kami makan bareng

Kadang langsung di Cine Club, Pendopo Tedjokusumo atau di pelataran Cine Club

Yang jelas, semua dapat jatah makan..

 

Sedang asyik asyiknya mengingat masa itu

Ibu PD II menyapaku dan mengajakku untuk ikut ke dalam

‘Yuk mb ade, ikut lihat di dalam, podiumnya belum berubah’, ajaknya.

 

‘Selamat untuk teman teman yang diwisuda hari ini, semoga bisa bermanfaat untuk kehidupan yang lebih baik.. ‘

 

Cine Club, 27 Mei 2010

dedikasi untuk teman, sahabat, adik, partnerku cindy

 

 

 

Flash disk Perdana

Bismillah ^^

Kali ini bukan flash disk a la kali code yang aku cerita, tapi flashdisk pertamaku.

Desember 2005,

Saat itu ada debat calon ketua BEM di fakultasku periode 2006-2007. Sepulang acara itu, aku dapat paket flash disk dan MP3 dari temanku di Jepang. Flash disknya lucu banget, merek sony dan bentuknya boneka kucing berwarna kuning lengkap dengan talinya yang kuning pula. Lucu, teman temanku saja pada suka apalagi waktu itu, flash disk masih kalah pamor di banding disket J.

Namanya juga pemberian, flash itu aku jagalah. Bentuknya yang lucu cukup bisa jadi identitasku.

Sampai suatu ketika, aku minta tolong temanku untuk mendesain cover buat novel terjemahanku, buat memudahkan dia, aku pinjemin flashdisk itu, malang tak dapat ditolak *lebay dikit*, mungkin memang belum rejekiku, flash itu hilang. Yang aku ingat, aku menemukan tali flashnya 3 bulan kemudian persis di halaman BEM FBS. Mudah memang menanda flash itu, karena jujur aku belum menemukan kembarannya sampai sekarang.

Yang tertinggal saat ini, tinggal bonus buku diary-nya… ^_^

Kalembo ade ^^

 

[ceritaku] bahasa Perancis I

Bismillah

Beberapa hari yang lalu aku silaturrahim ke tempat tinggal salah satu teman sejurusanku. Atmosfer Perancis cukup terasa dalam ruangannya, berbeda dengan tempatku sekarang. Sambil melihat kiri kanan, tampak beberapa dokumentasi yang cukup mengingatkanku dengan masa masa ‘polos’ pada awal kami masuk.

Berikut sedikit kaleidoskop itu..

Episode sandal jepit

Aku terkikik sendiri melihat foto ini. Hampir semua dari kami mengenakan sandal, mulai dari model sandal jepit karet sampai bahan kulit *rada halus lah*. Kalau melihatnya sekarang siy cukup aneh, apalagi dengan kostum yang eksis di eranya, jeans belel, cardigan, atau jilbab kaos.

Ahha.. sandal jepit.. alas kaki favorit kita,, ucapku sama si tuan rumah

Iya, ingat ga, dulu sandal kita pernah disembunyiin sama madame A**ce di lantai 3

Hehehe, ingat banget, hampir saja kita nyeker, untung diketemuin sama si Ariel.

Yups, ada beberapa ruangan, seperti laboratorium mata kuliah yang berhubungan dengan Oralement *Berbicara*, Phonetique dan Pronounciation yang ‘mendorong’ kami untuk tidak memakai alas kaki. Jadi, tiap mau masuk kelas, kami menyimpan alas kaki itu *baca : sandal* di rak. Pernah suatu kali, sandal kami yang terjejer rapi itu disembunyiin sama dosen dan itu ga membuat kami jera, makin gemar saja.


Si Nebo dan Mimi

Ini bukan salah satu judul roman yang pernah kami pelajari. Tapi nama 2 ekor kura kura. Ceritanya, waktu 2005, aku dan beberapa teman pergi ke pameran hewan. Nah, temanku ini membeli sepasang kura kura, ada juga yang beli ikan, kelinci, marmut, dll. Aku cukup kaget, ketika melihat ternyata 2 kura kura itu masih hidup, dan sudah besar. ‘Subhanalloh, ini saksi bisu perjalananmu selama kuliah jeng.. kataku’. Salut saja, punyaku dan teman teman sudah pada mati, eh punya dia masih terpelihara dengan baik, kerennn..


1 bundel fotokopi tentang Islam di Perancis

Ketika melihat bundel ini, aku ga bisa menahan keterkejutanku. Yups, bukan apa apa, ini bundelku banget, bundel yang aku susun sendiri selama 24 jam lebih demi sebuah harga diri dan hajat hidup orang banyak,, cieeh. Dan temanku ini, menyimpannya dengan sangat baik. Kalau ga salah, ceritanya begini. Tahun 2005, aku mau pindah kos, kebetulan ada tempat yang tidak jauh dari kosku sebelumnya dan cukup strategis. Aku pun menemui si Mbak yang menjaga kos itu, jawabannya masih ada 3 kamar kosong, aku tinggal menghubungi pemilik kos saja. Sudah mulai fix, tiba tiba mbak tersebut menanyakan jurusanku. Aku jawab, bahasa Perancis. Reaksinya jadi berbeda, wah mbak.. kami ga menerima jurusan bahasa Perancis, Jerman dan Inggris karena itu bahasa orang Ka*ir. Sontak, aku cukup tersinggung, gimana ya, itu jurusan yang sedang aku geluti. Tak berapa lama, aku langsung minta nomor handphone pemiliknya.

Ba’da magrib hari itu juga, aku mencoba konfirmasi ke bapak pemilik kosnya, berikut percakapannya.

Ade                 : Assalamualaykum Pak

Si Bapak         : Alaykumussalam

Ade                 : Maaf sebelumnya Pak, saya ade, mau tanya, kosan yang di KM masih ada ga ya Pak ?

Si Bapak         : Oh masih, masih ada 3 kamar mba. Mau pesan ?

Ade                 : Oh iya Pak, saya mau booking 1 kamar, insya Allah minggu depan sudah mulai tinggal di sana.

Si Bapak         : Ya ya, nanti saya bilang mbaknya. Oya, mbaknya kuliah di mana, jurusan apa ?

Ade                 : Saya di Bahasa Perancis UNY pak.

Si Bapak         : Oh.. bahasa Perancis, kosan saya ga menerima jurusan bahasa orang ka*ir

Ade                 : Lho, dari mana Bapak bisa menyimpulkan jurusan saya Ka*ir, sementara saya dan teman teman saya adalah muslim ?

Si Bapak         : Tapi bahasa itu berasal dari orang Ka*ir dan picik sekali kalo muslim mempelajarinya.

Ade                 : Wah Pak, Bapak ga seharusnya menjudge kami seperti itu.Kami di sini belajar, semata biar kami bisa dan bermanfaat untuk orang banyak. Nabi Muhammad saja pernah bilang, sampaikan sesuai dengan bahasa kaummu. Kalau berdakwah di Perancis, ga mungkin dengan bahasa Indonesia dong Pak.

Si Bapak         : Mbak, sudah mau adzan Isya, saya mau sholat dulu. Kalau ada waktu, temuin saya di maskam UGM ahad pagi, jam 8 wib.

Ade                 : Baiklah Pak, insya Allah bisa. Assalamualaykum

Begitulah, keesokan subuhnya aku langsung pergi ke warnet, meng-unduh sebisaku, tentang Perancis dan dunia Islam. Karena aku pikir, Bapak itu pasti sudah tau lebih banyak, aku cukup menambahkannya saja.

Ahad pagi, seperti kesepakatan dalam perjanjian. Aku pun pergi menemui beliau dengan segala persiapanku itu. Dan lagi lagi, bapak ini tetap dengan opini awalnya. Buat beliau, aku kasih souvenir 1 bundel data otentik tentang Perancis dan Islam.

Dan sekarang, aku melihat 1 bundel file itu.

Iya De, aku menyimpannya waktu kamu nangis dan buang file ini di depan kosmu. Ya, waktu itu aku sempat speechless dan sedikit menjaga jarak dengan orang2 seperti bapak tersebut, insya Allah sekarang sudah gag ko.. :D


Portofolio sampul novel mata kuliah Traduction *terjemahan*

Yang ini, c’est unique.

Kumpulan sampul novel terjemahan karya kami yang pertama. Punyaku saja sudah aku ungsikan ke kardus. Dia, owh masih lengkap dan punya semua sampul kami. Memorabel banget tuh, soalnya waktu itu aku belum punya komputer, aku ngetiknya di komputer temanku dan 5 hari sebelum pengumpulan novel, terjadi gempa 27 Mei dan kosan temanku yang waktu itu di Condong Catur adalah salah satu bangunan yang ambruk, termasuk bersama CPU dan komputernya. Naskah terjemahanku hilang bersama CPU itu, dan penderitaanku semakin sempurna di tanggal 29 Mei, flash disk-ku ikut raib. Beruntung, Monsieur Rohali selaku dosen Traduction memberiku waktu tambahan 5 hari untuk mengetik ulang seluruh terjemahanku yang berserakan itu. Walau begitu, alhmadulillah diganjar nilai A.. :)


*bersambung*