Tuesday, March 3, 2009

Buya Hamka, guru, ulama dan budayawan yang melegenda

Buya Hamka, Buya Haji Malik Karim Amrullah kelahiran Maninjau 17 Februari 1908, sejatinya dikenalkan oleh ayahku waktu aku kecil. Beliau suka bercerita tentang surat Hayati untuk Zainuddin atau sebaliknya, pesan-pesan Zainuddin di dalamnya tentang menjaga agama, keluarga dan bangsa mengejewantah dalam tiap nasihat ayahku.. tapi aku belum paham. (Jujur, aku suka rindu dengan momen itu, duduk dengan ayah di depan rumah menikmati matahari tenggelam sambil bercerita tentang apa saja, dan biasanya beliau suka menyisipkan 'membaca' surat-surat Hayati dan Zainuddin, dengan intonasi yang amat baik ).

Sampai pada kelas 5, beliau memberikan aku salah satu novel Buya, Di Bawah Lindungan Ka'bah... Dibaca, begitu pesannya. Sekilas novel itu sangat tipis dan sudah lapuk, ya itu salah satu kepunyaan ayah yang masih ada. Aku baca, hmm dasyat.. akhirnya aku ikut 'ngobrol' tentang Buya Hamka, mencari tahu mengapa ayah mengagumi beliau. Saat itu, aku agak memaksa biar bisa diijinkan membaca novelnya yang lain, Tenggelamnya Kapal Van Der Wijk.. dan akhirnya dapat ijin (ayah cukup selektif, karena aku pernah sembunyi2 baca novel Atheis). Alhamdulillah, kelas 1 SMP aku bisa baca roman Buya yang ini, kisah cinta antara Zainuddin si anak tak bertuan dan Hayati, seorang gadis minang :).
Ya, seorang Buya Hamka, sastrawan langka yang pernah dimiliki bangsa ini, beliau memiliki gaya sendiri dalam menyampaikan firman Allah dan sunnah rasulNya, melalui tulisan dengan balutan budaya yang amat khas tanpa bermaksud menggurui pembacanya.
Selain berkecimpung dalam dunia penulisan, beliau juga aktif sebagai tokoh Muhamadiyah dan pernah diamanahi sebagai ketua MUI, namun karena nasihatnya tidak diperhatikan oleh pemerintah saat itu, beliau mengundurkan diri pada tahun 1981.
Hingga pada tanggal 24 Juli 1981 beliau akhirnya berpulang ke Rahmatullah..
Mungkin aku tahu mengapa ayahku begitu kagum dengan beliau, karena Buya Hamka mampu menjaga dan mentransver tentang nilai-nilai kearifan budaya lokal yang dimiliki bangsa ini khususnya budaya Melayu yang begitu apik dalam berbagai tulisannya.

*bermimpi,, menjadi penulis seperti beliau

5 comments:

Brazkie Adams said...

subhanallah..beruntung punya ayah seperti ayah anda...
Sampe skarang...tak ada lagi manusia seperti Hamka

ade mataho said...

matur nuwun,, he's my hero..

iya, belum ada sastrawan yang sekaliber beliau lagi..

budi s said...

Buya Hamka mang oke...waktu itu sempat Indonesia punya ulama sekaliber beliau lagi, ust. rahmat abdullah...namun begitu cepat pula Alloh swt memanggilnya...

ade mataho said...

oy mas,, Sang Murabbi^^ ade baru 'ngeh' setelah 1 tahun beliau pergi... :)

ade mataho said...

Hhe ternyata ayahku sudah baca
tulisan ini ^^