Saturday, December 4, 2010

Uang beli rokok 10 tahun = NAIK HAJI

RANJANG, saya terbaring di atasnya dengan lemah tanpa daya. Istri saya selalu rajin membersihkannya, memang..., tapi entahlah, saya seperti sedang terbujur di keranda mayat. Dan tak lama lagi, tubuh yang dulu selalu saya banggakan ini akan segera dimakamkan dan dimakan cacing-cacing tanah.

 

 

Di ranjang, pekerjaan saya sekarang hanya mengenang ketololan saya di masa lalu. Dengan suara batuk yang membuat dada saya sesak, saya mengenang betapa bangganya saya dulu saat menjejalkan sebatang demi sebatang rokok ke dalam tubuh saya. Walau kini, saya sadar, bahwa setiap gumpalan asap yang saya hembuskan ke udara, adalah nyawa saya yang sengaja saya bakar. Saya, ternyata..., pelan-pelan telah mempersiapkan kematian saya dengan sangat teratur dan disiplin.

 

Saya juga ingat, betapa egoisnya saya di masa lalu. Barangkali sejak dulu hati saya juga telah terbakar, sehingga rasa peduli dan welas asih kepada orang lain telah menjadi abu. Saya tak pernah peduli pada siapapun di sekitar saya. Yang saya pikirkan, saat mulut saya terasa kecut, maka saya akan menyulut sebatang rokok. Menghisapnya dalam-dalam, lalu menghembuskan asapnya ke udara. Dan jika ada orang di dekat saya yang merasa terganggu, lalu menebah-nebahkan asap rokok saya dengan tangannya, saya malah bangga. Senang, seperti seorang polisi yang baru saja mendapat bagian uang jatah lelah setelah operasi pemeriksaan SIM dan STNK di jalan raya.

 

Padahal jujur, saya tahu bahwa asap rokok yang mereka hirup tiga kali lebih bahaya dari asap yang saya hisap. Itu artinya, selain membakar nyawa saya sendiri, saya juga dengan sadis telah membakar nyawa orang lain yang tidak bersalah.

 

Dulu rasanya bangga banget, begitu. Tapi sekarang, saya..., tua bangka yang bodoh ini, mulai tahu bahwa saya sangat bodoh sejak di masa lalu. Harusnya saya sadar sejak muda usia, bahwa sebaik-baiknya seorang muslim adalah yang membawa manfaat terbaik bagi orang lain, dan bukannya melakukan pembunuhan masal. Duh, ternyata, saya lebih bengis dan keji ketimbang Musolini, Hitler, dan PKI. Sebab mereka hanya membunuh musuh dan orang-orang yang mereka benci. Sementara saya juga membunuh orang yang saya cintai.

 

Di ranjang, saya merasa sudah sangat lapuk. Sebentar-sebentar batuk-batuk, dada sesak, dan membuang darah di ember kecil di samping ranjang. Tapi itu tak menyiksa saya. Karena rasa tersiksa dan nelangsa itu malah muncul saat istri saya dengan sangat sabar memandikan saya dengan lap yang dicelup ke dalam air hangat.

 

Kadang saya berpikir, bagaimana mungkin istri saya mau melakukan semua ini. Padahal di masa lalu, dia orang yang paling saya dzalimi. Dia adalah orang tak bersalah yang ikut menghisap asap rokok yang saya hembuskan setiap hari. Padahal, di masa lalu, wanita yang saya cintai dalam batin, tapi saya siksa dengan asap rokok saban hari itu selalu mengomel saat saya membeli rokok.

 

"Mas, Mas, 10 tahun uang yang Sampeyan belikan rokok itu sudah cukup untuk naik haji...," katanya, dan mendengar hal itu saya merasa sangat lucu. Aneh, ngerokok ya ngerokok, enggak usah bawa haji-haji segala. Ntar kalau menang lotre baru naik haji. Lalu tobat setobat-tobatnya di tanah suci. :)

 

Tapi anak saya yang hampir saban hari mendengar komentar ibunya, lebih pintar dari saya. Dia yang kini telah menjadi seorang bisnisman sukses, suatu hari membuat hati saya lintuh dan mata saya basah. Dengan lembut dia menyapa saya, menggenggam erat tangan saya, tanpa merasa dendam karena sejak dalam gendongan, saya telah membungkus wajahnya dengan asap rokok.

 

 

"Ayah, ini ada uang yang saya tabung...," serunya dengan suara lembut. Ia segera membuka sebuah koper berisi banyak sekali uang. Mimpi rasanya melihat uang sebanyak itu.

 

"Yang ini uang untuk Ibu, kata Ibu akan digunakan untuk naik haji. Yang ini untuk saya. Saya ingin menemani ibu naik haji...," dua koper telah dibuka di depan mata saya. Padahal sekarang bukan jamannya uang tunai. Tapi saya yakin, anak saya punya maksud tertentu.

 

 

"Nah, kalau uang dalam koper ini untuk Ayah. Terserah mau Ayah gunakan untuk apa. Kalau Ayah mau kita bertiga bisa naik haji bersama. Tapi kalau Ayah mau menggunakannya untuk membeli rokok, uang ini cukup untuk membeli rokok selama sepuluh tahun!" mantab sekali suaranya saat menyebut kata sepuluh tahun.

 

Saya malu mendengar hal itu. Saya teringat omelan istri saya di masa lalu; uang jajan rokok saya selama sepuluh tahun sudah cukup untuk naik haji. Dan sekarang anak saya membuktikannya.

 

"Bapak naik haji, Nak. Naik haji!" Saya hanya berkaca-kaca memandang uang sekoper di depan saya.

 

Saya menjawabnya mantab, tak peduli apakah tubuh saya kuat dibawa ke tanah suci. Kalau toh saya harus mati, pikir saya, lebih baik mati terbakar di hadapan Tuhan, di tanah suci.

 

Dengan begitu, setidaknya saya sedikit tak takut akan bayangan saya selama ini. Bayangan saat saya mati, malaikat di kuburan membangunkan saya dengan menghembuskan asap rokok ke wajah saya. Dan saya tergeragap sebagai seorang muslim yang sangat bodoh. Dan saat malaikat bertanya siapa Tuhanku, Nabiku, Kitab Suciku, bibir tolol ini akan menjawab; Gudang Garam, Jarum, dan Dji Sam Soe.... ][

 

Termuat di rubrik 'SENANDIKA' Buletin TEMPIAS 3 Desember 2010

sumber: ndika mahrendra, rokok

20 comments:

Romi :. said...

wah wah

HayaNajma SPS said...

mau kopass mbaa

Tanto Dikdik Arisandi said...

penyesalan selalu di akhir...

Kiky Chan [kichanchun] said...

masya Alloh
gambar diatas
menyeramkan amat :(

ade mataho said...

kenapa ?? kenapa???

ade mataho said...

monggo,,
ini juga kopas tulisan teman :)

ade mataho said...

:)

Nella Si Pembelajar said...

Mba... ijin share yak... keren sangad!

Michael Jackson said...

ini laki pa cewe si?

ade mataho said...

hu'um
bener...

ade mataho said...

ilustrasi yang mantab :)

ade mataho said...

siapa dulu,, PO-nya Kreativa ^^

ade mataho said...

yang nulis atau yang copast ??
:P

Margono M. Amir said...

Trenyuh aku baca ini!
Bagus sekali!

Prita Kusumaningsih said...

masya Allah! Siqpa pengarangnya? Bagus buat sesi penyadaran para perokok, dibuat film spt esq begitu

ade mataho said...

Opa dokter ikut comment..
*bahagia..

ade mataho said...

kebetulan teman ade yang ngarang...
beberapa tulisannya ade tag di snandika ini.. :)

Michael Jackson said...

owaalaah, copast po... -___-"

ade mataho said...

kan sumbernya udah ditulis :D

Mutitem Cilego said...

See ... eeemm.
Astagfirullah.